BAGAIMANA INOVASI DAN KOLABORASI DAPAT MEMBANGUN MASA DEPAN PENDIDIKAN?

Wardah / / Bagaimana Inovasi Dan Kolaborasi Dapat Membangun Masa Depan Pendidikan?

Kontributor : Fatimatuz Zahro - Grantee Wardah Scholarship Program 2020

“Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.” -Nelson Mandela

Pendidikan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan. Dengan adanya pendidikan, seseorang bisa mengembangkan diri dan mengatasi persoalan-persoalan yang muncul seiring tuntutan zaman. Salah satu rangkaian acara Paragon Innovation Summit, Innovation Talk 2 dengan tema “Innovation and Collaboration in Learning to Accelerate Transformation” dihadiri oleh beberapa pembicara yaitu Kak Najeela Shihab (Founder of Semua Murid Semua Guru), Kak Alamanda Shantika (President Director of Binar Academy), dan Kak Raline Shah (Actress, Founder of Rumah Harapan Indonesia) di mana mereka membagikan pengalamannya sebagai inovator pendidikan terkait bagaimana inovasi dan kolaborasi dalam dunia pendidikan. Di sini saya akan membagikan poin menarik yang dibahas saat Innovation Talk tersebut.

Dalam memajukan pendidikan, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan merdeka belajar yaitu setiap daerah mempunyai otonomi/daya untuk mengatur pendidikannya sendiri. Namun sebenarnya merdeka belajar dapat dimulai dari tiap-tiap individu. Merdeka belajar secara individu mencakup 3 hal. Yang pertama adalah komitmen, yaitu mengetahui purpose dan tujuan kita dalam melakukan sesuatu. Yang kedua adalah kemandirian, yaitu terus mendaki ke tujuan walaupun merasa kesulitan dan terbiasa untuk tidak menyalahkan orang lain. Lalu yang ketiga adalah refleksi, yaitu mengetahui kelebihan, kekurangan, dan tantangan diri sendiri untuk diperbaiki ke depannya.

Untuk mewujudkan itu semua tentunya terdapat beberapa tantangan. Seringkali pengasuhan dan pendidikan konvensional malah justru mematikan siswa dan menjadikan mereka tidak bertumbuh di ruang kelas. Mayoritas orang tua dalam pendidikan masih mengikuti tradisi masa lalu dan tidak mau berubah. Kak Ala bercerita, dulu dia benci dengan yang namanya sekolah, tetapi dia suka dengan yang namanya belajar. Alasan dia tidak menyukai sekolah karena jika ada seorang siswa yang mendapat nilai merah maka akan dipermalukan di depan kelas. Tindakan tersebut dinilai tidak berperikemanusiaan, padahal melakukan kesalahan merupakan sebuah proses. Seharusnya sekolah bukanlah tempat yang mengerikan.

Belum lagi kondisi pendidikan di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar). Masih banyak gap di sana. Keterbatasan infrastruktur, ketersediaan air, makanan pokok, dan juga listrik. Dengan kondisi pandemi seperti ini juga semakin membatasi mereka dalam menempuh pendidikan karena terkendala oleh signal dan tidak adanya komputer. Masih banyak juga generasi yang belum bisa membaca. Untuk menuju ke tempat sekolah pun mereka membutuhkan waktu berjam-jam. Yang perlu disadari juga education its not just school, kearifan lokal, komunitas, dan gotong royong yang sangat kental di daerah 3T bisa dijadikan teladan.

Lalu bagaimana langkah untuk mengatasi tantangan tersebut? Tanggung jawab pendidikan bukan hanya milik pemerintah/ sekolah/ guru tapi juga kolaborasi individu-individu yang punya political will dan kesadaran. Inovasi dan kolaborasi sangat dibutuhkan di sini. Inovatif bukanlah status. Inovatif sendiri merupakan kemampuan beradaptasi yang perlu dilatih. Butuh fluency dan stamina, yang paling bertahan adalah bukan yang paling kuat dan pintar, tapi yang paling adaptif. Adaptif bisa membuka kesempatan, menambah wawasan, dan kreatifitas. Sudah saatnya hilangkan kompetisi, dan kolaborasilah karena bisa menimbulkan efek yang powerful dan lebih besar. Kolaborasi dapat dilakukan dengan belajar dari tempat lain yang sudah sukses seperti Finland Government, membangun komunitas dan kerja sama, serta meminta feedback dalam arti lain memberikan hak siswa untuk bersuara.

Perlu disadari seringkali inovator kehabisan energi dan berhenti di tengah jalan karena meyakinkan orang-orang yang sampe kiamat pun tidak akan berubah. Dari hal tersebut disimpulkan bahwa pengaruh lingkungan sangat kuat sekali. Apabila berada di lingkungan yang dirasa tidak suportif, kita memiliki kewajiban untuk membuat circle baru. Pun jika kita berada di lingkungan yang terlalu homogen, kita bisa ke luar untuk membuka perspektif. Jika ekosistem tidak berubah, inovasi pun tidak akan berkembang. Pendidikan memerlukan proses yang lama untuk berubah. Diperlukan marathon dan estafet dari satu penggerak ke penggerak lain. Pendidikan tidak bisa diselesaikan dengan satu solusi. Yang harus diyakini, There’s always hope.

#InnovationForTheGreaterGood #WardahScholarshipProgram #ForInspiringGeneration